Assalamualaikum
Warrohmatullahi Wabarakatuh
Ini Postingan pertama kali saya
Jika Kalian Mendengar Dadu Mungkin Kalian langsung mengerti dengan
Jika Kalian Mendengar Dadu Mungkin Kalian langsung mengerti dengan
Permainan
Monopoli, Let’s Get Rich dan Modoo Marble kan ?
Yuk
kita simak di Postingan Ini
Dalam masalah ini
umumnya para ulama berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat utama, yaitu
mereka yang menghalalkan, mengharamkan dan memakruhkan.
1. Halal
Sebagian kecil kalangan ulama ada yang menghalalkan segala macam bentuk permainan di atas, asalkan tidak ada unsur judinya.
Sebab dalam pandangan mereka, segala hal yang terkait dengan masalah muamalat, hukum aslinya adalah halal. Lalu baru berubah menjadi haram, apabila ada hal-hal yang haram didalamnya.
Maka bila dalam permainan itu ada unsur judinya, hukumnya menjadi haram. Sebaliknya, bila tidak ada unsur judi, hukum permainannya halal sebagaimana defaultnya.
Lalu kapan suatu permainan itu bisa menjadi judi?
Umumnya para ulama menyebutkan bahwa keharaman judi sesungguhnya hanya apabila unsur-unsur dasar dalam perjudian terpenuhi, yaitu ada dua pihak atau lebih yang bertaruh. Lalu yang dipertaruhkan berupa harta. Dan pemenangnya berhak mengambil harta yang kalah dan yang kalah harus rela kehilangan hartanya.
Sedangkan media atau alat-alat yang digunakan untuk menentukan seseorang menang dan kalah dalam perjudian itu sendiri, sesungguhnya bukan termasuk syarat dari sebuah perjudian.
Sebab media atau alat perjudian itu bisa saja sangat luas jangkauannya dan meliputi apa saja. Gol-gol yang tercetak dalam sebuah pertandingan sepak bola pun bisa dijadikan media perjudian. Tentu kita tidak bisa mengharamkan sepak bola hanya gara-gara ada segelintir orang berjudi lewat skor pertandingan sepak bola.
Intinya pendapat ini mengatakan halal, karena tidak terpenuhinya unsur judi. Dan selama bukan judi, hukumnya tidak haram, alias halal.
Maka berbagai macam jenis permainan semacam monopoli, ular tangga, halma, ludo dan sejenisnya, hukum dasarnya adalah halal. Bahwa ada penggunaan dadu dan semacamnya yang banyak dipakai dalam arena perjudian, tidak lantas secara otomatis membuat permainan itu haram.
2. Haram
Sebagian besar ulama yang lain memandang hukum permainan ini dengan segala alat-alatnya haram dan terlarang.
Setidaknya ada dua alasan yang sering digunakan untuk mengharamkannya.
1. Halal
Sebagian kecil kalangan ulama ada yang menghalalkan segala macam bentuk permainan di atas, asalkan tidak ada unsur judinya.
Sebab dalam pandangan mereka, segala hal yang terkait dengan masalah muamalat, hukum aslinya adalah halal. Lalu baru berubah menjadi haram, apabila ada hal-hal yang haram didalamnya.
Maka bila dalam permainan itu ada unsur judinya, hukumnya menjadi haram. Sebaliknya, bila tidak ada unsur judi, hukum permainannya halal sebagaimana defaultnya.
Lalu kapan suatu permainan itu bisa menjadi judi?
Umumnya para ulama menyebutkan bahwa keharaman judi sesungguhnya hanya apabila unsur-unsur dasar dalam perjudian terpenuhi, yaitu ada dua pihak atau lebih yang bertaruh. Lalu yang dipertaruhkan berupa harta. Dan pemenangnya berhak mengambil harta yang kalah dan yang kalah harus rela kehilangan hartanya.
Sedangkan media atau alat-alat yang digunakan untuk menentukan seseorang menang dan kalah dalam perjudian itu sendiri, sesungguhnya bukan termasuk syarat dari sebuah perjudian.
Sebab media atau alat perjudian itu bisa saja sangat luas jangkauannya dan meliputi apa saja. Gol-gol yang tercetak dalam sebuah pertandingan sepak bola pun bisa dijadikan media perjudian. Tentu kita tidak bisa mengharamkan sepak bola hanya gara-gara ada segelintir orang berjudi lewat skor pertandingan sepak bola.
Intinya pendapat ini mengatakan halal, karena tidak terpenuhinya unsur judi. Dan selama bukan judi, hukumnya tidak haram, alias halal.
Maka berbagai macam jenis permainan semacam monopoli, ular tangga, halma, ludo dan sejenisnya, hukum dasarnya adalah halal. Bahwa ada penggunaan dadu dan semacamnya yang banyak dipakai dalam arena perjudian, tidak lantas secara otomatis membuat permainan itu haram.
2. Haram
Sebagian besar ulama yang lain memandang hukum permainan ini dengan segala alat-alatnya haram dan terlarang.
Setidaknya ada dua alasan yang sering digunakan untuk mengharamkannya.
a. Dzahir Nash Syariah Mengharamkan
Ada banyak hadits nabi yang shahih yang mengharamkan kita bermain dengan alat-alat judi, diantaranya :
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِشِير فَكَأَنَّمَا
صَبَغَ
يَدَهُ
فيِ
لحَمِ
خِنْزِيْرٍ
وَدَمِهِ
Dari
Buraidah Al-Aslami radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda : Orang yang
bermain dadu seolah telah memasukkan tangannya ke dalam babi dan darahnya. (HR. Muslim)
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُولَهُ
Dari
Abu Musa Al-Asy'ari radhiyallahuanhu bahwa Rasulullah SAW bersabda : Siapa yang
memainkan dadu maka dia telah bermaksiat kepada Allah dan rasul-Nya.(HR. Abu Daud)
Memang
ada sebagian besar ulama yang berpendapat bahwa yang diharamkan maksudnya haram
main judinya. Namun biar bagaimana pun secara dzhahir nash, kedua hadits di
atas tegas mengharamkan penggunaan alat-alatnya.
Bahkan
hadits berikut lebih tegas lagi menyebutkan keharaman judi dan keharaman
alat-alatnya juga.
إِنَّ اللهَ حَرَّمَ
عَلَيْكُمُ
الخَمْرَ
وَالمَيْسِرَ
وَالكُوْبَةَ
Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan buat kalian khamar, judi dan kubah (HR. Al-Baihaqi)
Para
ulama berbeda pendapat tentang makna kubah (الكوبة). Sebagian
mengatakan maknanya nard, sebagian bilang syathranj dan yang lain bilang
gendang. Tetapi intinya bahwa dzhahir nash ini bukan hanya mengharamkan judi,
tetapi juga mengharamkan penggunaan alat-alat permainannya juga.
Oleh
karena itu meski pun tidak digunakan untuk berjudi betulan, asalkan alat-alat
yang digunakan termasuk kategori alat-alat judi, hukumnya tetap haram.
b. Kemiripan
Kalau pun hadits-hadits di atas dianggap belum mengharamkan alat-alatnya dan baru sekedar mengharamkan judinya, namun biar bagaimana pun hukumnya tetap haram juga. Alasannya karena ada unsur kesamaan dan kemiripan (tasyabbuh) dengan judi yang sesungguhnya, yaitu pada alat-alat dan media yang digukanan.
b. Kemiripan
Kalau pun hadits-hadits di atas dianggap belum mengharamkan alat-alatnya dan baru sekedar mengharamkan judinya, namun biar bagaimana pun hukumnya tetap haram juga. Alasannya karena ada unsur kesamaan dan kemiripan (tasyabbuh) dengan judi yang sesungguhnya, yaitu pada alat-alat dan media yang digukanan.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Siapa
yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari kaum itu (HR. Abu Daud )
Dalam pandangan kelompok ini, suatu permainan apakah termasuk atau tidak, bukan semata-mata diukur dari ada unsur judi atau tidaknya, tetapi juga bisa bisa diukur dengan alat-alat yang digunakan.
Dalam pandangan kelompok ini, suatu permainan apakah termasuk atau tidak, bukan semata-mata diukur dari ada unsur judi atau tidaknya, tetapi juga bisa bisa diukur dengan alat-alat yang digunakan.
Kalau
alat-alatnya adalah benda-benda yang lazim dan biasa digunakan oleh para
penjudi untuk berjudi, maka hukumnya tetap haram. Lepas dari ada unsur judi
atau tidak, dan lepas dari apakah permainan itu mempertaruhkan uang atau tidak.
Dan apakah uangnya uang betulan atau uang bohongan.
Yang disasar tidak lagi unsur judinya terpenuhi apa tidak, tetapi titik keharamannya adalah kesengajaan untuk meniru perilaku orang-orang fasik, yaitu para penjudi, turut menjadi bahan penilaian atas keharamannya. Maka walau pun tidak ada unsur judinya, tetap saja hukumnya haram.
3. Makruh
Kelompok ulama yang ketiga berpendapat bahwa hukumnya tidak haram melainkan makruh. Artinya, walau pun tidak sampai diharamkan, sebaiknya permainan yang alat-alatnya ada kemiripan dengan alat-alat judi sebaiknya dihindari. Apalagi kartu remi dan kartu gaple, kartu-kartu itu memang benar-benar digunakan orang untuk berjudi.
Yang disasar tidak lagi unsur judinya terpenuhi apa tidak, tetapi titik keharamannya adalah kesengajaan untuk meniru perilaku orang-orang fasik, yaitu para penjudi, turut menjadi bahan penilaian atas keharamannya. Maka walau pun tidak ada unsur judinya, tetap saja hukumnya haram.
3. Makruh
Kelompok ulama yang ketiga berpendapat bahwa hukumnya tidak haram melainkan makruh. Artinya, walau pun tidak sampai diharamkan, sebaiknya permainan yang alat-alatnya ada kemiripan dengan alat-alat judi sebaiknya dihindari. Apalagi kartu remi dan kartu gaple, kartu-kartu itu memang benar-benar digunakan orang untuk berjudi.
Fatwa
hukumnya memang tidak haram, lantaran unsur-unsur dasar dari perjudian tidak
terjadi. Sehingga statusnya memang bukan judi. Dan kalau bukan judi berarti
hukumnya halal. Sebab yang namanya judi itu haruslah ada harta secara hakiki
yang dipertaruhkan.
Sedangkan
dalam permainan monopoli dan sejenisnya, duit yang dipakai cuma duit-duitan
saja dan bukan duit betulan. Maka tidak bisa dianggap sebagai judi betulan.
Kurang lebih logikanya mirip dengan orang minum air putih yang diwadahi dengan botol khamar. Botol itu sudah dicuci bersih sebelumnya, lalu diisi dengan air putih dan diminum. Tentu saja tidak akan memabukkan, sebab air putih itu halal dan tidak memabukkan. Maka hukumnya pun halal.
Cuma tetap saja kelompok ini memakruhkan permainan yang ada banyak kesamaan dengan judi, khususnya bila menggunakan alat-alat permainan yang khas digunakan oleh para penjudi.
Sebab meski hukumnya tidak haram, tetapi minum air putih yang diwadahi botol khamar ini tetap tidak pantas. Setidaknya akan menimbulan pandangan yang negatif di tengah masyarakat, dan akan timbul dugaan keliru yang hanya membuat fitnah serta menurunkan citra dan muru'ah.
Dalil yang digunakan sebenarnya sama saja, cuma ketika menarik kesimpulan, yang satu tegas mengharamkan, sedangkan yang lain hanya sebatas memakruhkan.
Kurang lebih logikanya mirip dengan orang minum air putih yang diwadahi dengan botol khamar. Botol itu sudah dicuci bersih sebelumnya, lalu diisi dengan air putih dan diminum. Tentu saja tidak akan memabukkan, sebab air putih itu halal dan tidak memabukkan. Maka hukumnya pun halal.
Cuma tetap saja kelompok ini memakruhkan permainan yang ada banyak kesamaan dengan judi, khususnya bila menggunakan alat-alat permainan yang khas digunakan oleh para penjudi.
Sebab meski hukumnya tidak haram, tetapi minum air putih yang diwadahi botol khamar ini tetap tidak pantas. Setidaknya akan menimbulan pandangan yang negatif di tengah masyarakat, dan akan timbul dugaan keliru yang hanya membuat fitnah serta menurunkan citra dan muru'ah.
Dalil yang digunakan sebenarnya sama saja, cuma ketika menarik kesimpulan, yang satu tegas mengharamkan, sedangkan yang lain hanya sebatas memakruhkan.
Demikian saya akhiri Postingan ini jika ada salah tutur kata atau yang
tidak berkenan mohong dimaafkan
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh